Kamis, 01 Februari 2018

Kesalehan Sosial Ritual Nyadran



KESALEHAN  SOSIAL RITUAL NYADRAN
Oleh : Mat Solikhin

Pendahuluan
Pengakuan agama terhadap budaya  lokal secara normative teologis merupakan wujud nyata  dari rahmatan lil ‘alamin ( rahmat bagi seluruh alam jagat raya). Di samping itu, tinjauan fikih klasik mengetengahkan   teori yang mengatakann al ‘adah muhakkamah (tradisi lokalistik itu bisa dijadikan acuan hukum). Di samping itu juga dikenal teori alhukmu yaduru ‘ala illatihi hukum itu berlaku menurut kausalitasnya)   Memang hukum ini perlu mendapatkan kajian khusus untuk bisa dipraktekkan, syarat-syarat di dalamnya harus dipenuhi  tetapi upaya jerih payah pemikiran ulama terdahulu ini  tidak mudah untuk disepelekan.
Dalam pencapaiannnya,  rahmatan lil ‘alamin, selain  mengharuskan  ummat Islam mengadakan kebaktian kepada Tuhan  juga saleh terhadap sesama. Artinya, sebagai hamba Allah, kaum muslimin  diberi beban untuk menjaga keserasian  dalam menjalankan kekeluargaan  terhadap sesama,  tidak terkotak-kotak hanya kepada  sesama golongan ataupun sesama agamanya saja. Keserasian dan saling menjaga, memberi  kemanfaatan, harus diciptakan kepada semua orang, bahkan  kepada seluruh yang ada  di dalam dan sekeliling bumi Allah ini. Dengan demikian, berarti kaum muslimin  bisa menjalankan amanah Tuhan  untuk menjadi pemelihara  alam semesta.
A. Tradisi Nyadran
Kaitan dengan tradisi nyadran, terdapat sekian banyak nilai agama baik yang bertujuan  sebagai wasilah untuk mendekatkan diri  kepada Tuhan  (saleh vertical) maupun  perbuatan baik kepada sesama mahluk Tuhan(saleh horizontal). Ritual yang dilakukan kaum muslimin dalam upacara nyadran adalah mengadakan ziyarah kepekuburan orang tua dan atau orang-orang yang dihormati (leluhur) yang telah mendahului wafat. Dalam ritual tersebut terdapat bacaan-bacaan suci (kalimat toyyibah) untuk mensucikan, memuji, mengagungkan nama Allah. Di samping itu juga terdapat sebagian bacaan ayat suci al Qur’an, permohonan ampunan juga doa suci yang dipanjatkan kepadaNya. Di sinilah letak, betapa dalam tradisi nyadran penuh dengan nuansa kebaktian hamba kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sementara bentuk kesalehan horizontal terwujud saat kaum muslimin dalam menjalankan ajaran agamanya selalu mengontektualkan dengan sosio –historis daerah setempat. Lihatlah betapa salehnya amalan-amalan yang terdapat dalam ritual nyadran. Bentuk solidaritas  terlihat begitu kentalnya dalam pelaksanaan ritual nyadran. Di mulai dari pembuatan kue apem, ketan  dan kolak yang dimasukkan ke takir( wadah dari daun pisang) dan dibagikan kepada sanak saudara dan para tetangga hingga kenduri dengan penuh nuansa sedekah dilaksanakan dalam ritual nyadran.
Belum lagi pada ritual nyadran terdapat kbersamaan yang selama ini banyak tereminasi dari keseharian kita. Dalam kenduri yang di dalamnya terdapat perkumpulan warga, termasuk anak-anak, mereka cukup riang gembira penuh persaudaraan melaksanakannnya. Antara satu orang dengan yang lainnya saling memberi, saling berbagi, saling meluangkan waktu untuk menjalin keakraban bersama. Sungguh sangat menarik tradisi ini dilakukan  karena selama ini banyak orang lebih senang menjadikan waktunya untuk mengejar harta kekayaan tanpa memikirkan persaudaraan. Rasa individualis lebih tinggi dibannding dengan rasa kolektif.
Di kaitkan dengan tradisi dan budaya lokal yang selama ini menjadi icon daerah setempat, pelestarian ritual nyadran menjadi bagian penting tersendiri. Terus dikontinyukannnya ritual nyadran pada setiap tahunnya  menunjukkan ummat Islam sangat besar perhatiannnya terhadap kebudayaan lokal (local Wisdom). Tentu pelestarian budaya yang tidak menyimpang dengan ajaran agama merupakan wujud kesalehan tersendiri. Apa lagi daerah setempat merasa diuntungkan dengan adanya pelestarian tersebut.
Begitu besar beragamnya bentuk kesalehan sosial  ritual nyadran menjadikannnya semakin layak untuk tetap dipertahankan dan  terus disemarakkan. Sangat sayang jika ritual yang  menunjukkan kesalehan pada Tuhan Yang Maha Esa. sekaligus kesalehan sosial ini disingkirkan begitu saja. Tentu jika ritual ini disingkirkan dan tidak  lagi ada di tanah jawa bukan hanya kaum muslimin Jawa saja yang merasa kehilangan. Terlebih dari itu masyarakat Jawa dan atau kaum muslimin saling merasa kehilangan. Bagi masyarakat Jawa kehilangan tradisi yang telah lama menjadi kekayaan daerahnya. Sementara bagi kaum muslimin kehilangan sarana dakwah dan wujud ibadah nyata yang besar nilainya di sisi Tuhan.
Namun, yang mesti menjadi perhatian utamanya kaum muslimin, jangan sampai ritual nyadran dijadikan  sarana menyekutukan  (syirik ) kepada Tuhan. Bagi kaum muslimin awam, saat mengadakan ziyarah kepekuburan sering kali menjadikan leluhurnya ssebagai obyek yang memiliki kekuatan sehingga mereka meminta kepadanya. Ini adalah tugas para dai, kyai dan sejenisnya untuk menjelaskan  kepada mereka bahwa dalam  ritual nyadran  sejatinya berdo’a kepada Tuhan Yang Maha Esa bukan mensyirikkannya dengan para leluhur. Dengan begitu wujud kesalehan sosial yang ada dalam ritual nyadran  juga dibarengi dengan kesalehan kepada Tuhan .
Nyaderan ini merupakan upaya untuk mengingat  leluhur-leluhur  yang telah tiada.Nyadran mencakup aktivitas fisik maupun ritual . Aktifitas fisik berupa bersih-bersih makam. Sedangkan ritualnya berupa  mengirim do’a untuk leluhur.
B. Tradisi Kaliwungu.
Setiap tahunnnya, tujuh hari setelah Idul Fitri dirayakan, masyarakat kaliwungu  melakukan ritual  keberbagai makam yang dikramatkan oleh masyarakat Kaliwungu khususnya dan masyarakat Kendal  pada umumnya. Tradisi syawalan bagi masyarakat  kaliwungu merupakan acara puncak  perayaan idul fitri. Sejarah syawalan di Kaliwungu bermula dari ziyarah kubur yang hanya dilakukan di makam K.Guru ( K. Asy’ary) oleh keluarga dan keturunan beliau . Maksudnya untuk mendoakan kyai Asy’ary yang telah wafat.
Namun kemudian diikuti oleh sebagian masyarakat muslim Kaliwungu sebagai penghormatan memperingati wafatnya Kyai Asy’ari. Hingga sekarang menjadi sebuah  tradisi. Bahkan kini  obyek  lokasi ziyarah melebar bukan hanya kepada makam kyai Asy’ary tetapi juga kemakam Sunan Katong, Pangeran Pandurorejo, dan Pangeran Pakuwaja. Belakangan para peziarah merambah juga berziarah kemakam kiyai Musthofa, kiyai musyafa’ dan kiyai Rukyat.
Tradisi ziarah biasa dipimpin oleh ulama-ulama besar dari kaliwungu.diikuti para santri dan juga masyarakat umum yang datang dari berbagai daerah. Biasanya agenda acara ritual ini adalah pembukaan, pembacaan riwayat hidup singkat Kiyai Asy’ari, pembacaan Surat Al-Ikhlas, Al Falaq, Al- annas dan tahlil  serta doa untuk para arwah leluhur, ulama yang dimakamkan dipemakaman Protomulyo dan Kutoharjo.
Puncak dari acara Syawalan ini adalah prosesi penggantian “Luwur” (klambu) penutup makam Kiyai Asy’ari. Nisan setinggi satu meter milik kiyai guru yang selalu ditutup klambu putih inilah yang setiap bulan syawal diganti dengan yang baru. Kemudian yang lama disimpan dimasjid Al-Muttaqin Kaliwungu. Bagi sebagian besar masyarakat percaya bahwa klambu tersebut dikeramatkan.
Makam Kiyai Asy’ari satu komplek dengan makam sunan katong, yang sering  disebut  jabal kidul.  Bangunan makam ini merupakan bangunan paling mewah dikomplek pemakaman ini. Ukurannya 16 x 20 meter dan berlantai keramik.
Setelah ritual ini selesai, biasanya di malam harinya para peziarah umum dari pelosok Kendal, dan berbagai kota yang jumlahnya hingga puluhan ribu berdatangan. Selama lima hari, siang dan malam membaca surat Yasin dan tahlilan secara bergantian. Selain makam kiyai Asy’ari, makam sunan katong  juga selalu dibanjiri para peziarah.
Banyak peziarah mendatangi makam para leluhur tersebut untuk mengharapkan barokah. Termasuk meminta dilancarkan segala usahanya, dilariskan dagangannya.
Dari kenyataan ini, banyak masyarakat akhirnya salah mengartikan makna dari ziarah kubur. Yang mulanya hanya mendoakan para leluhur, kini doa-doa yang dipanjatkan juga surah-surah al Qur’an yang dilafalkan berubah arti menjadi sesuatu alat untuk mengharapkan berkah dunia.
Banyak masyarakat yang salah mengartikan tradisi ini. Tradisi syawalan bagi mereka di rasa sebagai suatu ibadah. Sekarang yang terjadi bukan agama yang ditradisikan tetapi tradisi yang diagamakan. Apalagi kalau mereka sampai mengagumi sosok kesalehan para leluhur tersebut  dan meyakini  bahwa para leluhur dapat memberikan berkah, rezeki, dan keselamatan. Ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
Tradisi yang seperti ini dapat mengurangi keyakinan kita akan ketauhidan Tuhan dan termasuk dari perbuatan syirik. Orang yang mengharap  sesuatu dengan melakukan ritual sepe4rti itu termasuk orang yang merugi karena mereka menempuh jalan yang sesat.menyekutukan Allah yang merupakan dosa terbesar.
Dilain hal, memegah-megahkan makam seseorang, sekalipun itu makam nabi dan orang saleh merupakan perbuatan yang berlebihan.Temasuk memberikan dan mengeramatkan pernak pernik pada makamnya. Sesungguhnya Allah akan memberikan ancaman bagi orang yang berlebih-lebihan. Seperti dalam surat At-takaasur: 1-8.
Tradisi syawalan di Kaliwungu selain dijadikan sebagai ibadah, yang keliru juga dijadikan sebagai kegiatan yang bersifat hiburan. Adanya peziarah yang begitu banyak mengundang para pedagang dan juga jasa hiburan untuk mengkais rezeki.
Di sepanjang jalan dari pasar sore, para pedagang, jasa hiburan dan mereka masyarakat penikmat hiburan berjualbeli memadati jalan. Semakin tahun semakin padat dan tidak karuan. Tradisi yang berlangsung selama kurang lebih satu minggu itu sering sekali menimbulkan kemacetan lalu lintas dan juga tindakan criminal seperti pencopetan.
C. Tradisi Maulid Nabi SAW.
Di antara tradisi yang berkembang  pada masyarakat Islam Indonesia adalah tradisi perayaan maulid Nabi SAW.  Dan dilakukan pembacaan al barzanji selama 12 hari
berturut-turut. Dalam  praktek pembacaan al barzanji, dhiba’ oleh masyarakat ada yang diselenggarakan  setiap seminggu sekali, ada yang diselenggarakan  setahun sekali pada bulan  Rabiul Awwal, karena Nabi Muhammad Saw.  Lahir pada hari senin  tanggal 12 Rabiul awwal.
Seorang penguasa yang pertama kali  menyelenggarakan perayaan Maulid Nabi Saw.  Adalah Al Malik Al Mudoffar.   Al Malik  dalam sejarah kebudayaan Islam adalah  jabatan di bawah Sulthan pada abad keenam hijriyah. Nama asli Al Malik  Al Mudhaffar adalah  Abu Sa’aid Kaukuburi bin Zaenuddin Ali  bin Tubuktukin, salah satu Raja dari dinasti Salahuddin Al Ayubi. Dia adalah salah satu tokoh  pembesar  dan raja yang dermawan. Istrinya bernama Rabiahatun binti Ayub, adik kandung  Sultan Salahudin Al Ayubi , kakak ipar yang mengawinkannnya  pada waktu menguasai kota Akka. Abu Sa’idfat  pada tahun  630 H. dibenteng Irbil. Suatu sakit  dia ingin wafat di Makah, tetapi  pada waktu perjalanan kemekah belum sampai, dia terburu wafat, sehingga di makamkan di  Masyhad Ali ( Basrah).
Dia mempunyai jasa-jasa baik yang cukup banyak , salah satu di anataranya adalah  pembangunan  masjid jamik  “Al Mudhaffary di lereng gunung Qasiun . Setiap setahun sekali pada bulan Rabiul Awwal, dia menyelenggarakan perayaan Maulud Nabi Saw. Yang sangat besar dan  megah, yang dihadiri puluhan ribu orang.
IBn Kasir  berkata : Al Malik Al Mudhaffar mengadaakan perayaan maulud Nabi Saw.  Pada bulan Rabiul ,Awwal dalam sebuah acara perayaan secara besar-besaran. Karna dia adalah tokoh yang pemberani, pahlawan yang dermawan, cendekiawan yang cerdas,  dan pemimpin yang adil.
Uraian ini menunjukakan  bahwa perayaan maulid Nabi Saw.  diadakan secara resmi  oleh raja dan menggunakan  media Negara  dimulai oleh Abu Said atau Al Malik Al Mudhaffar. Sedangkan secara tradisi keulamaan, pembacaan mauled Nabi Saw. Sudah ada sejak zaman tabi’in.
Ketika bacaan maulid  sampai pada cerita kelahiran Nabi Saw. Orang-orang yang hadir pada acara itu semuanya berdiri, untuk menghormati Nabi Saw. Sama seperti saat mereka berdiri untuk menghormati tokoh yang hadir di situ. Mereka dalam hal ini merujuk kepada fatwa Sayyid Ahmad Zaeni  Dahlan yang berkata : telah berlaku adat kebiasaan, bahwa masyarakat  ketika mendengar  cerita kelahiran Nabi Saw. Berdiri untuk mengagungkannya. Kebiasaan berdiri ini dianggap baik  karena mengandung pengagungan kepada Nabi Saw., dan hal itu telah dilakukan oleh ulama ummat Islam yang menjadi panutan. Imam Al Halabi dalam assirah berkata: sebagian ulama menceritakan , bahwa  imam  Ashubhi menjadi tuan rumah bagi ulama yang sezaman dengannnya, lalu dia menyenandungkan ucapan Asharshari tentang pujian kepada Nabi Saw. Yang artinya:
Tulisan emas di atas kertas yang ditulis ahli  kaligrafi  yang terbaik itu terbilang sedikit untuk pujian kepada  Nabi Al Mushtafa. Dan oleh karenanya , orang-orang mulia menjadi bangkit ketika mendengarnya,  ada yang berdiri berbaris, ada yang membungkuk di atas kendaraan tunggangannya.
Ketika mendengar sya’ir ini dibaca, maka imam Assubhi dan semua ulama  yang hadir di majlis itu berdiri untuk menghormati Nabi Saw., dan hati mereka merasakan kesenangan.
Sejak Rasulullah Saw. Wafat  hingga adanya orang yang menyelenggarakan mauled, ada rentang waktu yang lamanya  ratusan tahun. Dengan demi8kian , dapat diketahui bahwa para sahabat Nabi tidak melakukan perayaan Maulid. Oleh karena itu, klaim adanya  hadis  yang memerintahkan perayaan mauled tidak benar, dan hadis yang dimaksudkan adalah  maudhu’karena jika hadis itu benar-bear ada , tentu para sahabat nabi melakukan perayaan mauled. Ulama yang  melakukan perayaan mauled Nabi Saw. Itu karena berdasarkan  ijtihad mereka  dalam hukum fikih Islam.
Para ulama zaman dahulu tidak mencari dalil-dalil yang memperbolehkan pembacaan mauled Nabi Saw., sebagaimana  yang telah  dikehendaki oleh orang-orang yang mengingkari. Dalil-dalil tentang mauled Nabi Saw. Dirumuskan  oleh ulama   muta’akhirin seperti  Sayyid Muhammad bin Alwy Al Maliki, yang memaparkan banyak dalil tentang diperbolehkannnnya  perayaan mauled Nabi Saw., seperti berikut :
1.     Penyelenggaraan mauled Nabi  Muhammad Saw. Merupakan ungkapan kesenangan dan kegembiraan terhadap kelahiran Nabi Muhammad Saw.,  suatu hal yang telah dianggap bermanfaat bagi orang kafir seperti Abu Lahhap. Di riwayatkan dalam Sahih Bukhary,  bahwa Abu lahhab diberi keringanan  dari siksanya  pada setiap hari Senin, karena dahulu  pada hari senin dia pernah memerdekakan budak bernama  Tsubaibah ketika membawa berita kelahiran Nabi Muhammad Saw.
2.     Nabi Muhammad  Saw. Sendiri memuliyakan hari kelahirannnya, dan bersyukurkepada Allah atas kenikmatan  besar dan anugrah dari Nya yang diterima karena menjadi mahluk yang wujud (ada) di muka bumi ini. Nabi Saw. Mengungkapkan kegembiraannnya dengan berpuasa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, bahwa  Rasulullah Saw. Pernah ditanya  tentang puasa hari senin , Dia bersabda: “ Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu wahyu diturunkan kepadaku .” hadis ini diriwayatkan  pula oleh imam Muslim  dan kitab Shiyam pada  Shahih Muslim.
3.     Kegembiraan terhadap Nabi Muhammad Saw. Itu  diperintahkan oleh Al Qur’an dalam ayat yang berbunyi : Katakanlah: Dengan karunia  Allah dan rahmatNya ,  hendaklah dengan itu mereka bergembira. (Q.S Yunus : 58).
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk bergembira terhadap Arrahmah, dan Muhhammad Saw. Adalah rahmah yang paling besar, sebagaimana dalam ayat yang berbunyi : Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk  (menjadi) rahmat bagi semesta alam.(QS. Al Anbiya :107)
4.     Nabi Muhammad Saw. Selalu menghubung-hubungkan suatu zaman yang telah lampau dengan kejadian-kejadian besar tentang keagamaan. Apabila ada waktu yang mempunyai peristiwa yang penting dan ada kesempatan untuk memperingatinya, maka Nabi Muhammad Saw. Segera memperingati. Pernah Nabi Saw. Bertemu kaum Yahudi yang berpuasa pada tanggal 10 bulan Muharram untuk memperingati keselamatan Nabi Musa AS. Beserta Bani Israil dan tenggelamnya  Fir’aun beserta kaumnya, maka beliau  mengatakan : “ Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kamu: “, lalu beliau berpuasa pada tanggal 10 Muharram itu dan memerintahkan ummatnya untuk berpuasa.
5.     Perayaan mauled Nabi tidak dikenal pada zaman Nabi Saw., tetapi bukan berarti  bid’ah yang buruk (Sayyi’ah), tetapi  malah termasuk  bid’ah yang baik (hasanah) karena masuk di bawah dalil-dalil syar’I dan kaidah-kaidah yang bersifat umum.
6.     Pembacaan mauled mendorong orang untuk membaca salawat  dan salam kepada Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana  diperintahkan dalam  ayat al Qur’an yang  artinya : “ Sesungguhnya  Allah dan malaikat-malaikatnya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah  untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadaya ( QS. Al Ahzab : 56)
7.     Maulid itu mengandung faidah untuk mengenang kelahiran Nabi,  mukjizat-mukjizatNya dan sejarah kehidupanNya dan untuk lebih mengenalkannya kepada kita  .Kita semua diperintahkan oleh Allah Agar mengenal, mengikuti, dan meneladani perbuatan-perbuatannya, serta beriman kepada mukjizat-mukjizatNya dan membenarkan ayat-ayat yang di bawanya.
8.     Perayaan mauled itu sebagai usaha membalas jasa  Nabi Muhammad Saw. Yang diwajibkan atas kita dengan menyebutkan sebagian sifat-sifatnya yang sempurnya dan ahlakNya yang utama.
9.     Pengetahuan terhadap sifat-sifat Nabi Smukjizat-mukjizatNya dan kelebihan-kelebihannya mendorong kita untuk bertambah iman keadanya dan lebih mencintainya.
10. Mengagungkan Nabi Muhammad Saw. Itu diperintahkan  oleh agama. Kesenangan terhadap kelahiran Nabi dengan memperlihatkan kegembiuraan , dengan mengadakan  walimah, dengan pertemuan untuk mengingatNya, dan dengan memulyakan orang-orang fakir adalah manifestasi paling besar dalam mengagungkan  Nabi Muhammad Saw., dalam perasaan bergairah danberbangga  terhadapNya, dan dalam bersyukur kepada Allah karena telah menunjukkan kita kepada AgamaNya yang lurus (Islam).
11. Maulid Nabi itu sesuatu yang dianggap baik oleh ulama dan segenap muslimin di semua Negara Islam, dan telah diamalkan disetiap kawasan.Oleh karena itu, mauled Nabi adalah perkara yang baik  swesuai dengan kaidah fikih yang diadopsi dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari sahabat Ibn Mas’ud : “Apa yang dianggap baik oleh muslimin maka ia baik menurut Allah dan apa yang dianggap buruk oleh muslimin maka  ia buruk menurut Allah.
12. Perayaan mauled Nabi adalah pertemuan  untuk memperingati, bersedekah, memuji dan mengagungkan Nabi Muhammad Saw., maka dengan demikian, mauled termasuk sunnah dan termasuk hal-hal yang diperintahkan dan dianggab baik secara agama, dan banyak hadis yang mendorong untuk  dilaksanakan.
13. Tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika begitu maka menjadi haram pula  perbuatan Abu Bakar mengumpulkan Al Qur’an dan menuliskannnya dalam mushaf atau bantuan Umar bin Khattab  dan Zaid bin TSabit karena takut hilangnya Al Qur’an dengan kematian para sahabat yang hafal Al Qur’an.
14. Setiap sesuatu  yang tidak terdapat pada zaman permulaan Islam sesuai kondisi sosiologis waktu itu, tetapi unsure-unsurnya  terdapat dan ada pada waktu itu, maka sesuatu itu adalah baik menurut agama, karena suatu hal yang merupakan rangkaian dari unsure-unsur yang baik menurut agama, maka ia baik pula menurut agama.
15. Perayaan mauled Nabi Saw. Bertujuan untuk menyegarkan ingatan kepada Nabi Muhammad Saw., maka oleh karna itu, mauled adalah hal yang diperintahkan oleh agama. Anda lihat semua amalan haji merupakan peringatan terhadap monument-monumen  yang mashur dan kejadian-kejadian penting. Sa’I antara shofa dan marwa, pelemparan jamarat dan penyembelihan binatang di Mina merupakan  pengulangan kembali peristiwa-peristiwa masa lalu, yang dihidupkan kembali oleh kaum muslimin dalam bentuk kongkrit pada saat sekarang.
16. Syekh Ali ahmad Al Jurjawi berkata: Kisah mauled merupakan ungkapan yang menjelaskan sejarah kelahiran Nabi Saw., keajaiban-keajaiban dan kejadian-kejadian luar biasa yang terjadi pada waktu itu, dan untuk memanifistasikan kesenangan dan kegembiraan  atas kelahiran Nabi pemimpin semua mahluk, sebagai pernyataan rasa cinta yang sempurna kepada sang junjungan, Nabi Muhammad Saw.

D. Tradisi Tahlilan
Tradisi lain dari banyak tradisi  kaum ahli sunnah wal jama’ah adalah bacaan tahlil. Arti tahlil secara bahasa adalah bacaan la ilaha illallahu, tetapi menurut istilah yang telah berlaku , yang dimaksud tahlil ialah bacaan : surat Al Fatihah, surat Al Ikhlas  3x , surat al Falak , surat Al Nas, Surat al fatihah, awal surat Al Baqarah, ayat kursi, tiga ayat akhir surat al Baqarah, La ilahaillallahu, subhanallah wa bihamdihi, shalawat kepada Nabi Saw.
Apabila di antara kaum muslimin ada yang meninggal dunia, maka kaum muslimin ahli Sunnah wal jama’ah berkumpul di rumah ahli mayit, kemudian secara bersama-sama membacakan surat-surat pendek dari al Qur’an dan bacaan-bacaan tahlil, tasbih dan salawat sebagaimana disebut di atas untuk mayit, sehingga semua bacaan tersebut akhirnya disebut tahlil.Hal itu mereka biasakan juga pada pertemuan-pertemuan dan acara-acara hajatan. Tahlil sudah menjadi tradisi kaum ahli Sunnah wal jama’ah.
 Adapun masalah apakah pahala bacaan tahlil  bisa sampai kepada orang yang sudah wafat ?  Mayoritas  ulama mengakui bahwa pahala itu bisa sampai  kepada orang yang telah wafat. Di antara mereka adalah Imam Ibn Qoyyim, murid  Ibn Taimiyah dan seorng ulama yang menjadi rujukan  kaum Wahabi. Dia berkata : “Secara keseluruhan, sesuatu yang paling utama  utuk dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, sedekah, bacaan istighfar, bacaan do’a dan ibadah haji, yang kesemuanya atas nama mayit. Adapun bacaan Alqur’an  dan menghadiahkan pahalanya kepada mayit dengan sukarela tanpa upah, maka hal ini juga bisa sampai kepada mayit sebagaimana pahala puasa dan haji bisa sampai kepadanya.”
Budaya tahlil ini  telah menasional  semenjak  wafatnya Butien Soeharto dan wafatnya Bapak H. Muhammad Soeharto. Kedua tokoh nasional ini oleh putra-putrinya dibacakan tahlil  selama  7 hari berturut-turut dan ketika  empat puluh hari dari  wafatnya juga  dibacakan tahlil. Demikian pula  untuk hari keseratus dan keseribu dari wafatnya  juga di bacakan do’a tahlil. Saat ini  tahlil bagian dari tradisi bangsa Indonesia.
C.Tradisi NU
Perhatian NU secara organisasi terhadap masalah kebudayaan dan tradisi dapat kita baca  dalam garis-garis perjuangan NU yang dihasilkan pada muktamar ke 19  NU  tahun 1952 di Palembang. Dalam garis perjuanga  NU tersebut  disebutkan bahwa bagi NU, kebudayaan menunjukkan pada upaya mempertinggi moral dan ahlak serta membawa kemajuan  kehidupan  rohani masyarakat.NU menghargai dan membantu  kehidupan kebudayaan yang nyata di dalam tiap-tiap golongan rakyat serta turut bergiat mengusakahannnya selama  kebudayaan itu tidak  merusak kerohanian masyarakat umum. NU juga berkehendak memperbanyak  pembacaan dan perpustakaan rakyat serta  pengetahuan kebudayaan yang mempertinggi  moral dan akhlak serta  hiburan-hiburan yang sesuai dengan keadaan dan zaman yang membawa kemajuan  kehidupan rohani masyarakat ( Khoirotun  Chisan, 2008 :  131).
Prinsip Ahlussunnah  wal Jama’ah  yang dianut NU dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban ummat manusia di dasari sikap yang berimbang dan menjaga  kesinambungan antara  yang sudah ada dan mengambil yang baru. Budaya lama  yang masih relevan terus di jaga dan dilestarikan, sementara  budaya baru diterima setelah dilakukan penyaringan dan penyesuaian. Hal ini sesuai dengan prinsip NU, Al muhafadhatu ‘ala al qodimi al shaleh wa al akhdzu bi al jadidi al ashlah” mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik” yang dapat juga diartikan  menyelaraskan kepentingan masa lalu,  masa sekarang, dan masa yang akan datang(masa depan).
Terhadap peradaban dan kebudayaan modern yang datang dari Barat,  pada dasarnya NU memandang sebagai  hasil inovasi dan kreativitas manusia atas dasar  rasionalisme dalam menjawab tantangan  yang dihadapi dalam bentuk nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan tehnologi ( LBM PB NU, 2007: 667).
Dalam  menanggapi maraknya klaim kebudayaan Indonesia oleh Negara lain,  NU menyatakan sikapnya yang dituangkan dalam salah satu keputusan muktamar ke 31  NU di Boyolali, Solo tahun 2004 tentang taushiyah muktamar  bidang politik international. Dalam salah satu butir taushiyah tersebut dinyatakan bahwa  NU menolak  segala bentuk pengambil alihan asset  setrategis Negara  baik sektor ekonomi  atau sektor pendidikan dan kebudayaan oleh pihak  asing dengan alas an  apapun. Bagi NU, klaim kebudayaan Indonesia  oleh Negara lain adalah bentuk tindakan yang melanggar kedaulatan Negara Indonesia di bidang kebudayaan  dan menghina  martabat  rakyat Indonesia secara keseluruhan sebagai  sebuah bangsa.
Tradisi-tradisi ibadah  yang dijalankan  dan dikembangkan oleh NU apabila dianalisis lebih jauh, ternyata memiliki nilai-nilai  positip yang bermanfaat bagi manusia  yang menjalankannnya.Misalnya, NU menjalankan  dan mengembangkan  tradisi ibadah berupa khataman  dan seaman al Qur’an tigapuluh juz, pembacaan surat yasin dan kitab tahlil, pembacaan  kitab berzanji dan  dhibak yang berisi sya’ir tentang sejarah hidup Nabi Muhammad SAW., pembacaan manakib (riwayat hidup) tokoh-tokoh Islam yang dikenal sebagai wali, pembacaan salawat nariyah dan berbagai macam salawat lainnya. Semua itu mendidik ummat Islam untuk gemar membaca, belajar, dan berdoa.
Kemudian  adapula tradisi ziyarah kubur, baik kemakam leluhur  maupun kemakam para tokoh Islam, telah mengajarkan kepada ummat Islam untuk selalu terhubung dengan leluhurnya dan para tokoh yang berjasa dalam pembangunan  agama Islam. Sehingga, hal ini  sangat bermanfaat sebagai  media  penyambung orang yang masih hidup dengan yang telah meninggal. Apabila  dilihat dari sisi kesejarahan , tradisi ziyarah kubur sangat bermanfaat dalam menghubungkan setiap periode keberadaan makam-makam para tokoh Islam. Tidak mengherankan , mayoritas warga NU dapat mengetahui secara pasti tentang keberadaan makam para pendiri dan trokoh NUyang telah wafat, bahkan termasuk  riwayat semasa hidupnya. Hal ini akan sulit ditemukan di kalangan ummat Islam non NU.
Ada satu contoh  lagi tradisi ibadah NU yang memilik  manfaat besar yaitu acara selamatan dan syukuran yang diisi dengan acara do’a bersama kemudian kepada orang-orang yang hadir diberikan makanan, minuman,  dan bahkan  bingkisan untuk di bawa pulang (berkat). Bingkisan ini ada yang menamakannnya sebagai  berkat. Dari sini, ummat Islam diajarkan untuk  gemar berbagi, bersedekah, dan menjalin tali silaturrahmi dengan para tetangganya, sehingga tertanam nilai- nilai kebersamaan dan menghapuskan sikap-sikap individualistic di tengah masyarakat.
Beberapa tradisi ibadah NU telah disebutkan di atas adalah sebagian  tradisi ibadah yang telah berkembang menjadi budaya di tengah masyarakat. Namun demikian ,sebenarnya masih banyak tradisi ibadah NU lainnya yang sarat dengan  manfaat  bagi orang-orang yang menjalankannnya. Dari sinilah dapat dipahami bahwa NU sangat dekat dengan budaya yang menggunakan kebudayaan sebagai media dakwah Islam yang terbukti efektif di Indonesia.

                                                                           Gemuh, 7Mei 2015



Daftar Pustaka
Busyairi Haris, Islam NU,  Pengawal Tradisi Sunni Indonesia, Surabaya, Khalista, 2010
Imam Suyuthi, Al Asybah Wa Annadhair, tt.
Irwan      Abdullah,  Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006
Jakfar Shodiq, Pertemuan Antara Tarekat dan NU, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
M. Danial Royyan,Membedah Intisari Ahlissunnah Wal Jama’ah, Yogyakarta:Menara Kudus, 2011
Mudjahirin Thohir,  Refleksi Pengalaman  Penelitian Lapangan, Semarang: Fashindo, 2011
Syafi’I Karim, Fiqih Usul Fikih,  Bandung : Pustaka Setia, 1997.

ISLAM NUSANTARA

  Apa yang Dimaksud dengan Islam Nusantara?   Makassar,  NU Online Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Islam Nusantara? Pertanyaan ini ...