KESALEHAN
SOSIAL RITUAL NYADRAN
Oleh : Mat Solikhin
Pendahuluan
Pengakuan agama terhadap budaya lokal secara normative teologis merupakan wujud nyata dari rahmatan
lil ‘alamin ( rahmat bagi seluruh alam jagat raya). Di samping itu,
tinjauan fikih klasik mengetengahkan teori yang mengatakann al ‘adah muhakkamah (tradisi lokalistik itu bisa dijadikan acuan
hukum). Di samping itu juga dikenal teori alhukmu
yaduru ‘ala illatihi hukum itu berlaku menurut kausalitasnya) Memang
hukum ini perlu mendapatkan kajian khusus untuk bisa dipraktekkan,
syarat-syarat di dalamnya harus dipenuhi
tetapi upaya jerih payah pemikiran ulama terdahulu ini tidak mudah untuk disepelekan.
Dalam pencapaiannnya, rahmatan lil ‘alamin,
selain mengharuskan ummat Islam mengadakan kebaktian kepada
Tuhan juga saleh terhadap sesama.
Artinya, sebagai hamba Allah, kaum muslimin
diberi beban untuk menjaga keserasian
dalam menjalankan kekeluargaan
terhadap sesama, tidak
terkotak-kotak hanya kepada sesama golongan
ataupun sesama agamanya saja. Keserasian dan saling menjaga, memberi kemanfaatan, harus diciptakan kepada semua
orang, bahkan kepada seluruh yang
ada di dalam dan sekeliling bumi Allah
ini. Dengan demikian, berarti kaum muslimin
bisa menjalankan amanah Tuhan
untuk menjadi pemelihara alam
semesta.
A. Tradisi Nyadran
Kaitan dengan tradisi nyadran,
terdapat sekian banyak nilai agama baik yang bertujuan sebagai wasilah
untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan (saleh vertical) maupun perbuatan
baik kepada sesama mahluk Tuhan(saleh horizontal).
Ritual yang dilakukan kaum muslimin dalam upacara nyadran adalah mengadakan ziyarah kepekuburan orang tua dan atau
orang-orang yang dihormati (leluhur) yang telah mendahului wafat. Dalam ritual
tersebut terdapat bacaan-bacaan suci (kalimat toyyibah) untuk mensucikan, memuji, mengagungkan nama Allah. Di
samping itu juga terdapat sebagian bacaan ayat suci al Qur’an, permohonan
ampunan juga doa suci yang dipanjatkan kepadaNya. Di sinilah letak, betapa
dalam tradisi nyadran penuh dengan nuansa kebaktian hamba kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Sementara bentuk kesalehan horizontal terwujud saat kaum muslimin dalam menjalankan ajaran
agamanya selalu mengontektualkan dengan sosio –historis daerah setempat.
Lihatlah betapa salehnya amalan-amalan yang terdapat dalam ritual nyadran. Bentuk solidaritas terlihat begitu kentalnya dalam pelaksanaan
ritual nyadran. Di mulai dari
pembuatan kue apem, ketan dan kolak yang
dimasukkan ke takir( wadah dari daun pisang) dan dibagikan kepada sanak saudara
dan para tetangga hingga kenduri dengan penuh nuansa sedekah dilaksanakan dalam
ritual nyadran.
Belum
lagi pada ritual nyadran terdapat kbersamaan yang selama ini banyak tereminasi
dari keseharian kita. Dalam kenduri
yang di dalamnya terdapat perkumpulan warga, termasuk anak-anak, mereka cukup
riang gembira penuh persaudaraan melaksanakannnya. Antara satu orang dengan
yang lainnya saling memberi, saling berbagi, saling meluangkan waktu untuk
menjalin keakraban bersama. Sungguh sangat menarik tradisi ini dilakukan karena selama ini banyak orang lebih senang
menjadikan waktunya untuk mengejar harta kekayaan tanpa memikirkan
persaudaraan. Rasa individualis lebih tinggi dibannding dengan rasa kolektif.
Di kaitkan dengan tradisi dan budaya lokal yang
selama ini menjadi icon daerah setempat, pelestarian ritual nyadran menjadi
bagian penting tersendiri. Terus dikontinyukannnya ritual nyadran pada setiap
tahunnya menunjukkan ummat Islam sangat
besar perhatiannnya terhadap kebudayaan lokal (local Wisdom). Tentu pelestarian
budaya yang tidak menyimpang dengan ajaran agama merupakan wujud kesalehan
tersendiri. Apa lagi daerah setempat merasa diuntungkan dengan adanya
pelestarian tersebut.
Begitu besar beragamnya bentuk kesalehan sosial ritual nyadran menjadikannnya semakin layak
untuk tetap dipertahankan dan terus
disemarakkan. Sangat sayang jika ritual yang
menunjukkan kesalehan pada Tuhan Yang Maha Esa. sekaligus kesalehan
sosial ini disingkirkan begitu saja. Tentu jika ritual ini disingkirkan dan tidak
lagi ada di tanah jawa bukan hanya kaum
muslimin Jawa saja yang merasa kehilangan. Terlebih dari itu masyarakat Jawa
dan atau kaum muslimin saling merasa kehilangan. Bagi masyarakat Jawa
kehilangan tradisi yang telah lama menjadi kekayaan daerahnya. Sementara bagi
kaum muslimin kehilangan sarana dakwah dan wujud ibadah nyata yang besar
nilainya di sisi Tuhan.
Namun,
yang mesti menjadi perhatian utamanya kaum muslimin, jangan sampai ritual nyadran dijadikan sarana menyekutukan (syirik
) kepada Tuhan. Bagi kaum muslimin awam, saat mengadakan ziyarah
kepekuburan sering kali menjadikan leluhurnya ssebagai obyek yang memiliki
kekuatan sehingga mereka meminta kepadanya. Ini adalah tugas para dai, kyai dan
sejenisnya untuk menjelaskan kepada
mereka bahwa dalam ritual nyadran sejatinya
berdo’a kepada Tuhan Yang Maha Esa bukan mensyirikkannya dengan para leluhur.
Dengan begitu wujud kesalehan sosial yang ada dalam ritual nyadran juga dibarengi dengan kesalehan kepada Tuhan
.
Nyaderan ini merupakan upaya untuk mengingat leluhur-leluhur yang telah tiada.Nyadran mencakup aktivitas
fisik maupun ritual . Aktifitas fisik berupa bersih-bersih makam. Sedangkan
ritualnya berupa mengirim do’a untuk
leluhur.
B. Tradisi Kaliwungu.
Setiap tahunnnya, tujuh hari setelah Idul Fitri
dirayakan, masyarakat kaliwungu
melakukan ritual keberbagai makam
yang dikramatkan oleh masyarakat Kaliwungu khususnya dan masyarakat Kendal pada umumnya. Tradisi syawalan bagi
masyarakat kaliwungu merupakan acara
puncak perayaan idul fitri. Sejarah
syawalan di Kaliwungu bermula dari ziyarah kubur yang hanya dilakukan di makam
K.Guru ( K. Asy’ary) oleh keluarga dan keturunan beliau . Maksudnya untuk
mendoakan kyai Asy’ary yang telah wafat.
Namun
kemudian diikuti oleh sebagian masyarakat muslim Kaliwungu sebagai penghormatan
memperingati wafatnya Kyai Asy’ari. Hingga sekarang menjadi sebuah tradisi. Bahkan kini obyek
lokasi ziyarah melebar bukan hanya kepada makam kyai Asy’ary tetapi juga
kemakam Sunan Katong, Pangeran Pandurorejo, dan Pangeran Pakuwaja. Belakangan
para peziarah merambah juga berziarah kemakam kiyai Musthofa, kiyai musyafa’
dan kiyai Rukyat.
Tradisi
ziarah biasa dipimpin oleh ulama-ulama besar dari kaliwungu.diikuti para santri
dan juga masyarakat umum yang datang dari berbagai daerah. Biasanya agenda
acara ritual ini adalah pembukaan, pembacaan riwayat hidup singkat Kiyai Asy’ari,
pembacaan Surat Al-Ikhlas, Al Falaq, Al-
annas dan tahlil serta doa untuk
para arwah leluhur, ulama yang dimakamkan dipemakaman Protomulyo dan Kutoharjo.
Puncak dari acara Syawalan ini adalah prosesi
penggantian “Luwur” (klambu) penutup
makam Kiyai Asy’ari. Nisan setinggi satu meter milik kiyai guru yang selalu
ditutup klambu putih inilah yang setiap bulan syawal diganti dengan yang baru.
Kemudian yang lama disimpan dimasjid Al-Muttaqin Kaliwungu. Bagi sebagian besar
masyarakat percaya bahwa klambu tersebut dikeramatkan.
Makam Kiyai Asy’ari satu komplek dengan makam sunan
katong, yang sering disebut jabal kidul. Bangunan makam ini merupakan bangunan paling
mewah dikomplek pemakaman ini. Ukurannya 16 x 20 meter dan berlantai keramik.
Setelah ritual ini selesai, biasanya di malam
harinya para peziarah umum dari pelosok Kendal, dan berbagai kota yang
jumlahnya hingga puluhan ribu berdatangan. Selama lima hari, siang dan malam
membaca surat Yasin dan tahlilan secara bergantian. Selain makam
kiyai Asy’ari, makam sunan katong juga
selalu dibanjiri para peziarah.
Banyak
peziarah mendatangi makam para leluhur tersebut untuk mengharapkan barokah.
Termasuk meminta dilancarkan segala usahanya, dilariskan dagangannya.
Dari kenyataan ini, banyak masyarakat akhirnya salah
mengartikan makna dari ziarah kubur. Yang mulanya hanya mendoakan para leluhur,
kini doa-doa yang dipanjatkan juga surah-surah
al Qur’an yang dilafalkan berubah arti menjadi sesuatu alat untuk
mengharapkan berkah dunia.
Banyak
masyarakat yang salah mengartikan tradisi ini. Tradisi syawalan bagi mereka di rasa
sebagai suatu ibadah. Sekarang yang terjadi bukan agama yang ditradisikan
tetapi tradisi yang diagamakan. Apalagi kalau mereka sampai mengagumi sosok
kesalehan para leluhur tersebut dan
meyakini bahwa para leluhur dapat
memberikan berkah, rezeki, dan keselamatan. Ini sangat bertentangan dengan
ajaran Islam.
Tradisi yang seperti ini dapat mengurangi keyakinan
kita akan ketauhidan Tuhan dan termasuk dari perbuatan syirik. Orang yang
mengharap sesuatu dengan melakukan
ritual sepe4rti itu termasuk orang yang merugi karena mereka menempuh jalan
yang sesat.menyekutukan Allah yang merupakan dosa terbesar.
Dilain
hal, memegah-megahkan makam seseorang, sekalipun itu makam nabi dan orang saleh
merupakan perbuatan yang berlebihan.Temasuk memberikan dan mengeramatkan pernak
pernik pada makamnya. Sesungguhnya Allah akan memberikan ancaman bagi orang
yang berlebih-lebihan. Seperti dalam surat At-takaasur: 1-8.
Tradisi syawalan di Kaliwungu selain dijadikan
sebagai ibadah, yang keliru juga dijadikan sebagai kegiatan yang bersifat
hiburan. Adanya peziarah yang begitu banyak mengundang para pedagang dan juga
jasa hiburan untuk mengkais rezeki.
Di sepanjang jalan dari pasar sore, para pedagang,
jasa hiburan dan mereka masyarakat penikmat hiburan berjualbeli memadati jalan.
Semakin tahun semakin padat dan tidak karuan. Tradisi yang berlangsung selama
kurang lebih satu minggu itu sering sekali menimbulkan kemacetan lalu lintas
dan juga tindakan criminal seperti pencopetan.
C. Tradisi Maulid Nabi
SAW.
Di
antara tradisi yang berkembang pada
masyarakat Islam Indonesia adalah tradisi perayaan maulid Nabi SAW. Dan dilakukan pembacaan al barzanji selama 12
hari
berturut-turut.
Dalam praktek pembacaan al barzanji, dhiba’ oleh masyarakat ada
yang diselenggarakan setiap seminggu
sekali, ada yang diselenggarakan setahun
sekali pada bulan Rabiul Awwal, karena
Nabi Muhammad Saw. Lahir pada hari
senin tanggal 12 Rabiul awwal.
Seorang
penguasa yang pertama kali
menyelenggarakan perayaan Maulid Nabi Saw. Adalah Al Malik Al Mudoffar. Al
Malik dalam sejarah kebudayaan Islam
adalah jabatan di bawah Sulthan pada
abad keenam hijriyah. Nama asli Al Malik
Al Mudhaffar adalah Abu Sa’aid Kaukuburi
bin Zaenuddin Ali bin Tubuktukin, salah
satu Raja dari dinasti Salahuddin Al Ayubi. Dia adalah salah satu tokoh pembesar
dan raja yang dermawan. Istrinya bernama Rabiahatun binti Ayub, adik
kandung Sultan Salahudin Al Ayubi ,
kakak ipar yang mengawinkannnya pada
waktu menguasai kota Akka. Abu Sa’idfat
pada tahun 630 H. dibenteng
Irbil. Suatu sakit dia ingin wafat di
Makah, tetapi pada waktu perjalanan
kemekah belum sampai, dia terburu wafat, sehingga di makamkan di Masyhad Ali ( Basrah).
Dia
mempunyai jasa-jasa baik yang cukup banyak , salah satu di anataranya
adalah pembangunan masjid jamik
“Al Mudhaffary di lereng gunung Qasiun . Setiap setahun sekali pada
bulan Rabiul Awwal, dia menyelenggarakan perayaan Maulud Nabi Saw. Yang sangat
besar dan megah, yang dihadiri puluhan
ribu orang.
IBn
Kasir berkata : Al Malik Al Mudhaffar
mengadaakan perayaan maulud Nabi Saw.
Pada bulan Rabiul ,Awwal dalam sebuah acara perayaan secara
besar-besaran. Karna dia adalah tokoh yang pemberani, pahlawan yang dermawan,
cendekiawan yang cerdas, dan pemimpin
yang adil.
Uraian
ini menunjukakan bahwa perayaan maulid
Nabi Saw. diadakan secara resmi oleh raja dan menggunakan media Negara
dimulai oleh Abu Said atau Al Malik Al Mudhaffar. Sedangkan secara
tradisi keulamaan, pembacaan mauled Nabi Saw. Sudah ada sejak zaman tabi’in.
Ketika
bacaan maulid sampai pada cerita
kelahiran Nabi Saw. Orang-orang yang hadir pada acara itu semuanya berdiri,
untuk menghormati Nabi Saw. Sama seperti saat mereka berdiri untuk menghormati
tokoh yang hadir di situ. Mereka dalam hal ini merujuk kepada fatwa Sayyid
Ahmad Zaeni Dahlan yang berkata : telah
berlaku adat kebiasaan, bahwa masyarakat
ketika mendengar cerita kelahiran
Nabi Saw. Berdiri untuk mengagungkannya. Kebiasaan berdiri ini dianggap baik karena mengandung pengagungan kepada Nabi
Saw., dan hal itu telah dilakukan oleh ulama ummat Islam yang menjadi panutan.
Imam Al Halabi dalam assirah berkata: sebagian ulama menceritakan , bahwa imam
Ashubhi menjadi tuan rumah bagi ulama yang sezaman dengannnya, lalu dia
menyenandungkan ucapan Asharshari tentang pujian kepada Nabi Saw. Yang artinya:
Tulisan
emas di atas kertas yang ditulis ahli
kaligrafi yang terbaik itu
terbilang sedikit untuk pujian kepada
Nabi Al Mushtafa. Dan oleh karenanya , orang-orang mulia menjadi bangkit
ketika mendengarnya, ada yang berdiri
berbaris, ada yang membungkuk di atas kendaraan tunggangannya.
Ketika
mendengar sya’ir ini dibaca, maka imam Assubhi dan semua ulama yang hadir di majlis itu berdiri untuk
menghormati Nabi Saw., dan hati mereka merasakan kesenangan.
Sejak
Rasulullah Saw. Wafat hingga adanya
orang yang menyelenggarakan mauled, ada rentang waktu yang lamanya ratusan tahun. Dengan demi8kian , dapat
diketahui bahwa para sahabat Nabi tidak melakukan perayaan Maulid. Oleh karena
itu, klaim adanya hadis yang memerintahkan perayaan mauled tidak
benar, dan hadis yang dimaksudkan adalah
maudhu’karena jika hadis itu
benar-bear ada , tentu para sahabat nabi melakukan perayaan mauled. Ulama
yang melakukan perayaan mauled Nabi Saw.
Itu karena berdasarkan ijtihad mereka dalam hukum fikih Islam.
Para
ulama zaman dahulu tidak mencari dalil-dalil yang memperbolehkan pembacaan
mauled Nabi Saw., sebagaimana yang
telah dikehendaki oleh orang-orang yang
mengingkari. Dalil-dalil tentang mauled Nabi Saw. Dirumuskan oleh ulama
muta’akhirin seperti Sayyid
Muhammad bin Alwy Al Maliki, yang memaparkan banyak dalil tentang
diperbolehkannnnya perayaan mauled Nabi
Saw., seperti berikut :
1. Penyelenggaraan mauled Nabi Muhammad Saw. Merupakan ungkapan kesenangan
dan kegembiraan terhadap kelahiran Nabi Muhammad Saw., suatu hal yang telah dianggap bermanfaat bagi
orang kafir seperti Abu Lahhap. Di riwayatkan dalam Sahih Bukhary, bahwa Abu lahhab diberi keringanan dari siksanya
pada setiap hari Senin, karena dahulu
pada hari senin dia pernah memerdekakan budak bernama Tsubaibah ketika membawa berita kelahiran
Nabi Muhammad Saw.
2. Nabi Muhammad Saw. Sendiri memuliyakan hari kelahirannnya,
dan bersyukurkepada Allah atas kenikmatan
besar dan anugrah dari Nya yang diterima karena menjadi mahluk yang
wujud (ada) di muka bumi ini. Nabi Saw. Mengungkapkan kegembiraannnya dengan
berpuasa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari,
bahwa Rasulullah Saw. Pernah
ditanya tentang puasa hari senin , Dia
bersabda: “ Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu wahyu diturunkan
kepadaku .” hadis ini diriwayatkan pula
oleh imam Muslim dan kitab Shiyam
pada Shahih Muslim.
3. Kegembiraan terhadap Nabi Muhammad Saw.
Itu diperintahkan oleh Al Qur’an dalam
ayat yang berbunyi : Katakanlah: Dengan karunia
Allah dan rahmatNya , hendaklah
dengan itu mereka bergembira. (Q.S Yunus : 58).
Dalam
ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk bergembira terhadap Arrahmah, dan
Muhhammad Saw. Adalah rahmah yang paling besar, sebagaimana dalam ayat yang
berbunyi : Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.(QS. Al
Anbiya :107)
4. Nabi Muhammad Saw. Selalu
menghubung-hubungkan suatu zaman yang telah lampau dengan kejadian-kejadian
besar tentang keagamaan. Apabila ada waktu yang mempunyai peristiwa yang
penting dan ada kesempatan untuk memperingatinya, maka Nabi Muhammad Saw.
Segera memperingati. Pernah Nabi Saw. Bertemu kaum Yahudi yang berpuasa pada
tanggal 10 bulan Muharram untuk memperingati keselamatan Nabi Musa AS. Beserta Bani
Israil dan tenggelamnya Fir’aun beserta
kaumnya, maka beliau mengatakan : “ Aku
lebih berhak terhadap Musa daripada kamu: “, lalu beliau berpuasa pada tanggal
10 Muharram itu dan memerintahkan ummatnya untuk berpuasa.
5. Perayaan mauled Nabi tidak dikenal pada
zaman Nabi Saw., tetapi bukan berarti
bid’ah yang buruk (Sayyi’ah), tetapi
malah termasuk bid’ah yang baik
(hasanah) karena masuk di bawah dalil-dalil syar’I dan kaidah-kaidah yang
bersifat umum.
6. Pembacaan mauled mendorong orang untuk
membaca salawat dan salam kepada Nabi
Muhammad Saw. Sebagaimana diperintahkan
dalam ayat al Qur’an yang artinya : “ Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatnya bersalawat
untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadaya ( QS. Al Ahzab : 56)
7. Maulid itu mengandung faidah untuk
mengenang kelahiran Nabi,
mukjizat-mukjizatNya dan sejarah kehidupanNya dan untuk lebih
mengenalkannya kepada kita .Kita semua
diperintahkan oleh Allah Agar mengenal, mengikuti, dan meneladani
perbuatan-perbuatannya, serta beriman kepada mukjizat-mukjizatNya dan
membenarkan ayat-ayat yang di bawanya.
8. Perayaan mauled itu sebagai usaha
membalas jasa Nabi Muhammad Saw. Yang
diwajibkan atas kita dengan menyebutkan sebagian sifat-sifatnya yang sempurnya
dan ahlakNya yang utama.
9. Pengetahuan terhadap sifat-sifat Nabi
Smukjizat-mukjizatNya dan kelebihan-kelebihannya mendorong kita untuk bertambah
iman keadanya dan lebih mencintainya.
10. Mengagungkan Nabi Muhammad Saw. Itu
diperintahkan oleh agama. Kesenangan
terhadap kelahiran Nabi dengan memperlihatkan kegembiuraan , dengan
mengadakan walimah, dengan pertemuan
untuk mengingatNya, dan dengan memulyakan orang-orang fakir adalah manifestasi
paling besar dalam mengagungkan Nabi
Muhammad Saw., dalam perasaan bergairah danberbangga terhadapNya, dan dalam bersyukur kepada Allah
karena telah menunjukkan kita kepada AgamaNya yang lurus (Islam).
11. Maulid Nabi itu sesuatu yang dianggap
baik oleh ulama dan segenap muslimin di semua Negara Islam, dan telah diamalkan
disetiap kawasan.Oleh karena itu, mauled Nabi adalah perkara yang baik swesuai dengan kaidah fikih yang diadopsi
dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari sahabat Ibn Mas’ud : “Apa
yang dianggap baik oleh muslimin maka ia baik menurut Allah dan apa yang
dianggap buruk oleh muslimin maka ia
buruk menurut Allah.
12. Perayaan mauled Nabi adalah
pertemuan untuk memperingati,
bersedekah, memuji dan mengagungkan Nabi Muhammad Saw., maka dengan demikian,
mauled termasuk sunnah dan termasuk hal-hal yang diperintahkan dan dianggab
baik secara agama, dan banyak hadis yang mendorong untuk dilaksanakan.
13. Tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika
begitu maka menjadi haram pula perbuatan
Abu Bakar mengumpulkan Al Qur’an dan menuliskannnya dalam mushaf atau bantuan
Umar bin Khattab dan Zaid bin TSabit
karena takut hilangnya Al Qur’an dengan kematian para sahabat yang hafal Al
Qur’an.
14. Setiap sesuatu yang tidak terdapat pada zaman permulaan
Islam sesuai kondisi sosiologis waktu itu, tetapi unsure-unsurnya terdapat dan ada pada waktu itu, maka sesuatu
itu adalah baik menurut agama, karena suatu hal yang merupakan rangkaian dari
unsure-unsur yang baik menurut agama, maka ia baik pula menurut agama.
15. Perayaan mauled Nabi Saw. Bertujuan
untuk menyegarkan ingatan kepada Nabi Muhammad Saw., maka oleh karna itu,
mauled adalah hal yang diperintahkan oleh agama. Anda lihat semua amalan haji
merupakan peringatan terhadap monument-monumen
yang mashur dan kejadian-kejadian penting. Sa’I antara shofa dan marwa,
pelemparan jamarat dan penyembelihan binatang di Mina merupakan pengulangan kembali peristiwa-peristiwa masa
lalu, yang dihidupkan kembali oleh kaum muslimin dalam bentuk kongkrit pada
saat sekarang.
16. Syekh Ali ahmad Al Jurjawi berkata:
Kisah mauled merupakan ungkapan yang menjelaskan sejarah kelahiran Nabi Saw.,
keajaiban-keajaiban dan kejadian-kejadian luar biasa yang terjadi pada waktu
itu, dan untuk memanifistasikan kesenangan dan kegembiraan atas kelahiran Nabi pemimpin semua mahluk,
sebagai pernyataan rasa cinta yang sempurna kepada sang junjungan, Nabi
Muhammad Saw.
D. Tradisi Tahlilan
Tradisi
lain dari banyak tradisi kaum ahli
sunnah wal jama’ah adalah bacaan tahlil. Arti tahlil secara bahasa adalah
bacaan la ilaha illallahu, tetapi menurut istilah yang telah berlaku , yang
dimaksud tahlil ialah bacaan : surat Al Fatihah, surat Al Ikhlas 3x , surat al Falak , surat Al Nas, Surat al
fatihah, awal surat Al Baqarah, ayat kursi, tiga ayat akhir surat al Baqarah,
La ilahaillallahu, subhanallah wa bihamdihi, shalawat kepada Nabi Saw.
Apabila
di antara kaum muslimin ada yang meninggal dunia, maka kaum muslimin ahli
Sunnah wal jama’ah berkumpul di rumah ahli mayit, kemudian secara bersama-sama
membacakan surat-surat pendek dari al Qur’an dan bacaan-bacaan tahlil, tasbih
dan salawat sebagaimana disebut di atas untuk mayit, sehingga semua bacaan
tersebut akhirnya disebut tahlil.Hal itu mereka biasakan juga pada
pertemuan-pertemuan dan acara-acara hajatan. Tahlil sudah menjadi tradisi kaum
ahli Sunnah wal jama’ah.
Adapun masalah apakah pahala bacaan
tahlil bisa sampai kepada orang yang
sudah wafat ? Mayoritas ulama mengakui bahwa pahala itu bisa sampai kepada orang yang telah wafat. Di antara
mereka adalah Imam Ibn Qoyyim, murid Ibn
Taimiyah dan seorng ulama yang menjadi rujukan kaum Wahabi. Dia berkata : “Secara
keseluruhan, sesuatu yang paling utama
utuk dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, sedekah, bacaan
istighfar, bacaan do’a dan ibadah haji, yang kesemuanya atas nama mayit. Adapun
bacaan Alqur’an dan menghadiahkan
pahalanya kepada mayit dengan sukarela tanpa upah, maka hal ini juga bisa
sampai kepada mayit sebagaimana pahala puasa dan haji bisa sampai kepadanya.”
Budaya
tahlil ini telah menasional semenjak
wafatnya Butien Soeharto dan wafatnya Bapak H. Muhammad Soeharto. Kedua
tokoh nasional ini oleh putra-putrinya dibacakan tahlil selama
7 hari berturut-turut dan ketika
empat puluh hari dari wafatnya
juga dibacakan tahlil. Demikian
pula untuk hari keseratus dan keseribu
dari wafatnya juga di bacakan do’a
tahlil. Saat ini tahlil bagian dari
tradisi bangsa Indonesia.
C.Tradisi
NU
Perhatian NU secara organisasi terhadap masalah
kebudayaan dan tradisi dapat kita baca
dalam garis-garis perjuangan NU yang dihasilkan pada muktamar ke 19 NU
tahun 1952 di Palembang. Dalam garis perjuanga NU tersebut
disebutkan bahwa bagi NU, kebudayaan menunjukkan pada upaya mempertinggi
moral dan ahlak serta membawa kemajuan
kehidupan rohani masyarakat.NU
menghargai dan membantu kehidupan
kebudayaan yang nyata di dalam tiap-tiap golongan rakyat serta turut bergiat
mengusakahannnya selama kebudayaan itu
tidak merusak kerohanian masyarakat
umum. NU juga berkehendak memperbanyak
pembacaan dan perpustakaan rakyat serta
pengetahuan kebudayaan yang mempertinggi
moral dan akhlak serta
hiburan-hiburan yang sesuai dengan keadaan dan zaman yang membawa
kemajuan kehidupan rohani masyarakat (
Khoirotun Chisan, 2008 : 131).
Prinsip
Ahlussunnah wal Jama’ah yang dianut NU dalam mengembangkan kebudayaan
dan peradaban ummat manusia di dasari sikap yang berimbang dan menjaga kesinambungan antara yang sudah ada dan mengambil yang baru.
Budaya lama yang masih relevan terus di
jaga dan dilestarikan, sementara budaya
baru diterima setelah dilakukan penyaringan dan penyesuaian. Hal ini sesuai
dengan prinsip NU, Al muhafadhatu ‘ala al
qodimi al shaleh wa al akhdzu bi al jadidi al ashlah” mempertahankan tradisi
lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik” yang dapat juga
diartikan menyelaraskan kepentingan masa
lalu, masa sekarang, dan masa yang akan
datang(masa depan).
Terhadap peradaban dan kebudayaan modern yang datang
dari Barat, pada dasarnya NU memandang
sebagai hasil inovasi dan kreativitas
manusia atas dasar rasionalisme dalam
menjawab tantangan yang dihadapi dalam
bentuk nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan tehnologi ( LBM PB NU, 2007: 667).
Dalam
menanggapi maraknya klaim kebudayaan Indonesia oleh Negara lain, NU menyatakan sikapnya yang dituangkan dalam
salah satu keputusan muktamar ke 31 NU
di Boyolali, Solo tahun 2004 tentang taushiyah muktamar bidang politik international. Dalam salah
satu butir taushiyah tersebut dinyatakan bahwa
NU menolak segala bentuk
pengambil alihan asset setrategis
Negara baik sektor ekonomi atau sektor pendidikan dan kebudayaan oleh
pihak asing dengan alas an apapun. Bagi NU, klaim kebudayaan
Indonesia oleh Negara lain adalah bentuk
tindakan yang melanggar kedaulatan Negara Indonesia di bidang kebudayaan dan menghina
martabat rakyat Indonesia secara
keseluruhan sebagai sebuah bangsa.
Tradisi-tradisi ibadah yang dijalankan dan dikembangkan oleh NU apabila dianalisis
lebih jauh, ternyata memiliki nilai-nilai
positip yang bermanfaat bagi manusia
yang menjalankannnya.Misalnya, NU menjalankan dan mengembangkan tradisi ibadah
berupa khataman dan seaman al Qur’an
tigapuluh juz, pembacaan surat yasin dan kitab
tahlil, pembacaan kitab berzanji dan dhibak yang berisi sya’ir tentang sejarah
hidup Nabi Muhammad SAW., pembacaan manakib (riwayat hidup) tokoh-tokoh Islam
yang dikenal sebagai wali, pembacaan salawat
nariyah dan berbagai macam salawat lainnya. Semua itu mendidik ummat Islam
untuk gemar membaca, belajar, dan berdoa.
Kemudian adapula
tradisi ziyarah kubur, baik kemakam leluhur
maupun kemakam para tokoh Islam, telah mengajarkan kepada ummat Islam
untuk selalu terhubung dengan leluhurnya dan para tokoh yang berjasa dalam
pembangunan agama Islam. Sehingga, hal
ini sangat bermanfaat sebagai media
penyambung orang yang masih hidup dengan yang telah meninggal.
Apabila dilihat dari sisi kesejarahan ,
tradisi ziyarah kubur sangat bermanfaat dalam menghubungkan setiap periode
keberadaan makam-makam para tokoh Islam. Tidak mengherankan , mayoritas warga
NU dapat mengetahui secara pasti tentang keberadaan makam para pendiri dan
trokoh NUyang telah wafat, bahkan termasuk
riwayat semasa hidupnya. Hal ini akan sulit ditemukan di kalangan ummat
Islam non NU.
Ada
satu contoh lagi tradisi ibadah NU yang
memilik manfaat besar yaitu acara
selamatan dan syukuran yang diisi dengan acara do’a bersama kemudian kepada
orang-orang yang hadir diberikan makanan, minuman, dan bahkan
bingkisan untuk di bawa pulang (berkat). Bingkisan ini ada yang
menamakannnya sebagai berkat. Dari sini,
ummat Islam diajarkan untuk gemar
berbagi, bersedekah, dan menjalin tali silaturrahmi dengan para tetangganya,
sehingga tertanam nilai- nilai kebersamaan dan menghapuskan sikap-sikap
individualistic di tengah masyarakat.
Beberapa
tradisi ibadah NU telah disebutkan di atas adalah sebagian tradisi ibadah yang telah berkembang menjadi
budaya di tengah masyarakat. Namun demikian ,sebenarnya masih banyak tradisi
ibadah NU lainnya yang sarat dengan
manfaat bagi orang-orang yang
menjalankannnya. Dari sinilah dapat dipahami bahwa NU sangat dekat dengan
budaya yang menggunakan kebudayaan sebagai media dakwah Islam yang terbukti
efektif di Indonesia.
Gemuh, 7Mei
2015
Daftar
Pustaka
Busyairi
Haris, Islam NU, Pengawal Tradisi Sunni Indonesia,
Surabaya, Khalista, 2010
Imam
Suyuthi, Al Asybah Wa Annadhair, tt.
Irwan Abdullah, Konstruksi dan Reproduksi
Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006
Jakfar
Shodiq, Pertemuan Antara Tarekat dan NU,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
M.
Danial Royyan,Membedah Intisari
Ahlissunnah Wal Jama’ah, Yogyakarta:Menara Kudus, 2011
Mudjahirin
Thohir, Refleksi Pengalaman Penelitian
Lapangan, Semarang: Fashindo, 2011
Syafi’I
Karim, Fiqih Usul Fikih, Bandung : Pustaka Setia, 1997.